BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini perdangangan antar Negara sudah
mulai terbuka.Arus barang dan jasa antar negara semakin mudah yang diperkuat
dengan adanya hubungan bilateral dan multilateral.Hal tersebut membuat
persaingan yang ketat antara produk local dan import yang harganya semakin
kompetitif.Selain itu juga masyarakat di era modern ini tidak lagi membeli
suatu komoditas tetapi produk yang mempunyai nilai lebih dengan kualitas yang
baik, tidak lagi hanya pada pemenuhan kuantitas saja.Sehingga selain permintaan
pasar akan barang dan jasa pertanian meningkat seiring perluasan pasar regional
juga para petani dihadapkan pada isu bagaimana pengelolaan yang sesuai dengan
standard yang diinginkan para konsumen yang menitikberatkan pada kualitas suatu
produk.
Masalah-masalah tersebut apabila tidak ditangani dengan
langkah-langah yang efektif dan efisien akan menyebabkan permasalahan baru baik
pada petani yang tidak dapat bersaing dengan produk import yang harganya setara
bahkan di bawah harga produk local yang sejenis dengan kualitas yang lebih
baik, maupun pada masalah ketahanan pangan nasional.Semua hal tersebut
mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan modernisasi pertanian yang mengarah
pada kegiatan pertanian dengan basis teknologi dan informasi guna menunjang
para petani dan pemenuhan kualitas produk tani.Upaya tersebut telah dimulai
sejak tahun 1960 dengan pendekatan yang bersifat memaksa yang akhirnya
menimbulkan dampak psikologis petani yang bergantung pada suatu cara tanpa
mengetahui dasar-dasar pemanfaatannya.Oleh karena itu, solusi moderinisasi yang
pada awalnya untuk meningkatkan produksi petani yang efektif dan efisien malah
mengundang permasalahan yang lebih besar, yaitu timbulnya sifat konsumtif
petani yang tidak lagi memikirkan atau mempertimbangkan dampak terhadap
kehidupan social dan lingkungannya dan juga timbul suatu perbedaan yang jelas
mengenai kesejahteraan masyarakat tani.
2.1
Tujuan
Makalah ini disusun dalam upaya menganalisis
permasalahan-permasalahn yang timbul akibat adanya moderinsasi pertanian.Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mencakup
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
2.1.1
Bagaimana pengaruh modernisasi pertanian bagi kesejahteraan masyarakat tani
dalam tingkatan menengah ke bawah
2.1.2
Bagaimana pengaruh moderinisasi terhadap ketersedian lapangan pekerjaan bagi
buruh tani
2.1.3
Bagaimana hubungan antar petani sebagai pengaruh adanya modernisasi pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Modernisasi
Modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari
corak kehidupan masyarakat yang “tradisional” menjadi “modern”, terutama
berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Teori modernisasi dibangun di
atas asumsi dan konsep-konsep evolusi bahwa perubahan sosial merupakan gerakan
searah (linier), progresif dan berlangsung perlahan-lahan, yang membawa
masyarakat dari tahapan yang primitif kepada keadaan yang lebih maju.
Wilbert E Moore, modernisasi adalah suatu transformasi total
kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta
organisasi social kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri
Negara barat yang stabil.
J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.Berdasar pada dua pendapat diatas, secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai perubahann masyarakat dari masyaraat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning.
J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.Berdasar pada dua pendapat diatas, secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai perubahann masyarakat dari masyaraat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning.
Secara historis Teori modernisasi lahir sebagai peristiwa
penting dunia setelah Perang Dunia Kedua. Pertama, setelah munculnya Amerika
Serikat sebagai negara adikuasa dunia. Pada tahun 1950-an Amerika Serikat
menjadi pemimpin dunia sejak pelaksanaan Marshall Plan yang diperlukan
membangun kembali Eropa Barat setelah Perang Dunia Kedua. Kedua, pada saat yang
sama terjadi perluasan komunisme di seantero jagad. Uni Soviet memperluas
pengaruh politiknya sampai di Eropa Timur dan Asia, antara lain di Cina dan
Korea. Hal ini mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluas pengaruh
politiknya selain Eropa Barat, sebagai salah satu usaha membendung penyuburan
ideologi komunisme. Ketiga, lahirnya negara-negara baru di Asia, Afrika,
dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan wilayah koloni negara-negara
Eropa dan Amerika. Negara-negara tersebut mencari model-model pembangunan yang
bisa digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan mencapai
kemerdekaan politiknya.
Secara epistemologis, teori modernisasi adalah campuran
antara pemikiran fungsionalisme struktural dengan pemikiran behaviorisme
kultural Parsonian.Para pendukungnya memandang bahwa masyarakat bakal berubah
secara linier, yaitu perubahan yang selaras, serasi dan seimbang dari unsur
masyarakat paling kecil sampai ke perubahan masyarakat keseluruhan; dari
tradisisonal menuju modern. Pandangan teori modernisasi semacam itu diilhami oleh
pengalaman sejarah Revolusi Industri di Inggris yang dianggap sebagai titik
awal pertumbuhan ekonomi kapitalis modern dan Revolusi Perancis sebagai titik
awal pertumbuhan sistem politik modern dan demokratis.
Beberapa teori modernisasi menurut para ahli adalah seabagai
berikut:
- Harrod-Domar
Pencetus
teori ini adalah Evsey Domar dan Roy Harrod.Menurut teori ini pertumbuhan
ekonomi ditentukan oleh investasi dan modal
- Walt.W.Rostow
Dikenal
dengan teori Pertumbuhan Tahapan Linear (linear Stages of growth models).Menurut
teori ini pembangunan dikaitkan dengan perubahan masyarakat aglaris dengan
budaya tradisional ke masyarakat yang rasional, industrial dan berfokus pada
ekonomi pelayanan.Tahapa linear menurut Walt.W. Rostow.
3. David McClelland
Teorinya dikenal dnegan “need for Achievement (n-Ach), yaitu
keinginan atau kebutuhan berprestasi bukan sekedar untuk mendapatkan imbalan
tetapi juga kepuasan
4. AlexInkeles dan David H. Smith
Dalam bukunya yang berjudul Becoming Modern menyebutkan
beberapa ciri manusia modern, yaitu sebagai berikut:
a.
Keterbukaan terhadap pengalaman dan
ide baru
b.
Berorientasi ke massa sekarang dan
massa depan
c.
Mempunyai kesanggupan merencanakan
d.
Percaya bahwa manusia dapat
menguasai alam
2.2
Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian tidak dapat
begitu saja lepas dari pembangunan pedesaan. Sebagaimana menurut pandangan umum,
bahwa pedesaan hampir selalu diidentikkan dengan pertanian dan sebaliknya,
pertanian diidentikkandengan pedesaan.Hal ini telah dimaklumi bersama karena
sebagian besarpetani di Indonesia hidup di pedesaan, dan sebagian besar
penduduk desa umumnyabermata-pencaharian sebaga ipetani.Oleh karena itu, dalam
konteks bahasan mengenai pembangunan pertanian ini penting pula diketahui
beberapa aspek sosial berkenaan dengan masyarakat petani khususnya dipedesaan
sebagai pusat pengembangan pertanian.
Raharjo (2004) dalam bukunya mengutip pendapat Paul H.Landis yang
menyatakan dalam garis besar ciri-ciri kebudayaan tradisionalmasyarakat desa
adalah sebagai berikut.Pertama,adaptasi yang kuat terhadap lingkungan
alamnya, sehingga pola kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti
karakteristik khas lingkungan (alam) nya.Contohnya pertanian yang sangat
tergantung pada jenis tanah, keadaan iklim dan sebagaianya akan menentukan
karakteristik suatu desa menurut jenis komoditas yang dihasilkan.Kedua,rendahnya
tingkat inovasi masyarakatnya.Ketiga,mengembangkan filsafat hidup yang
organis. Refleksi dari filsafat ini adalah tebalnya rasa kekeluargaan dan
kolektivitas. Keempat, pola kebiasaan hidup yang lamban, akibat pengaruh
irama alam yang ajeg dan lamban.Kelima,kepercayaan terhadap takhayul.Keenam,hidup
bersahaja.Ketujuh ,rendahnyakesadaranmasyarakatnyaakanwaktu.Kedelapan,cenderung
bersifat praktis, tidak begitu mengindahkan estetika dan ornamen-ornamen, tidak
berbasa-basi, sehingga menumbuhkan sifat jujur,terus terang dan bersahabat.Kesembilan,memiliki
standar moral yang kaku.Disadari atau tidak, ciri-ciri masyarakat desa di atas
secara
langsung atau tidak langsung telah menciptakan karakter
petani pedesaan yangcenderung subsisten dan stagnan. Ketergantungan pada alam,
rendahnya inovasi,sifat praktis, kebiasaan hidup yang lamban, kepercayaan pada
takhayul dan kebersahajaan hidup yang selalu “nrimo” itulah yang melahirkan
pola pertanian tradisional yang subsisten. Pertanian subsisten yang dimaksudkan
di sini adalah usaha pertanian yang hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pelaku usahanyasaja dan keluarganya, serta tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan. Dalam halini, masyarakat desa cenderung menerima atau
merasa cukup dengan apa yang bisamereka peroleh dari alam, tanpa merasa perlu
menambah upaya untuk meningkatkanpenghasilan.Ciri lainnya, yakni tebalnya rasa
kekeluargaan, gotong-royongdan persahabatan menguatkan ikatan di antara petani
pedesaan untuk salingmembantu dalam usaha tani. Masih banyak pedesaan yang
mengembangkan kelompok gotong-royong dalam pengolahan lahan, yakni dengan
bergantian melakukan pengolahan lahan diantara petani-petani anggota. Dengan
demikian masing-masing petani tidak dibebani biaya pengolahan tanah.
Hal tersebut di atas sejalan dengan
pernyataan Mubyarto danSantosa (1993) bahwa pertanian (agriculture)
bukan hanya merupakanaktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi
petani saja. Lebih dariitu, pertanian/agrikultur adalah sebuah cara hidup (way
of life atau livehood)bagi sebagian besar petani di Indonesia. Petani di Indonesia pada umumnya lebihmengedepankan
orientasi sosial-kemasyarakatan, yang diwujudkan dengan tradisigotong royong
dalam kegiatan mereka. Jadi bertani bukan saja aktivitas ekonomi, melainkan sudah
menjadi budaya hidup yang sarat dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat
lokal.Ciri petani pedesaan yang subsisten dan tradisional ini kerap
dituding sebagai penyebab terhambatnya proses modernisasi pertanian
karenadengan ciri hidup yang bersahaja dan bermotto yang didapat hari ini untuk
hiduphari ini, maka tidak mudah bagi petani untuk mengadopsi teknologi di
bidangpertanian yang bisa dibilang menghilangkan kesahajaan mereka.
2.3 Modernisasi Pertanian
Modernisasi
di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang mendasar pada
pola-pola pertanian, dari cara-cara tradisional menjadi cara-cara yang lebih
maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam
pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pengunaan
sarana-sarana produksi pertanian, dan pengaturan waktu panen. Pengenalan
terhadap pola yang baru dilakukan dengan pembenahan terhadap
kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian, seperti, kelompok
Tani, KUD, PPL, Bank Perkreditan, P3A, dan sebagainya. Selanjutnya ditetapkan
pola pengembangan dalam bentuk, usaha ekstensifikasi, intensifikasi dan
diversifikasi.Selama beberapa pelita, modenisasi pertanian telah membawa
perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
produksi pertanian yang mencapai puncak ketika tercapainya swasembada
pangan.Namun kondisi ini tidak bertahan lama, dan pada akhirnya membawa kembali
bidang pertanian di Indonesia dalam suasana keperhatinan yang ditandai dengan
menurunnya tingkat produksi, sehingga menjadikan Indonesia kembali sebagai
pengimpor beras. Sebagai asumsi dasar, kondisi ini terbentuk melalui berbagai
proses yang tidak dapat di lepaskan. Pertama, dari aspek modernisasi itu
sendiri, dan Kedua berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial yang muncul dari
modernisasi yang tidak diantisipasi secara dini.
Perubahan-perubahan
sosial petani akibat dari modernisasi adalah dengan diperkenalkannya
mesin-mesin, seperti mesin penuai dan traktor tangan telah menghilangkan mata
pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari menuai.Kemudian,
pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga sebagaian
besar petani tidak lagi berternak kerbau. Untuk kasus ini, hasil penelitian
Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana
penggunaan teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott
memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi,
kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan
antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan
miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari
anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya
untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202).Penelitian Scott menunjukan
bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur
masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional
masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan.Sedangkan tujuan
dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil
struktur kemiskinan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bagaimana pengaruh modernisasi pertanian bagi
kesejahteraan masyarakat tani dalam tingkatan menengah ke bawah.
Modernisasi pertanian merupakan suatu upaya dalam menghadapi tantangan jaman
yang semakin kompleks dengan berbagai permasalahan pertanian.Pada awalnya
pertanian hanya mengandalkan keadaan alam saja tanpa melakukan suatu inovasi
untuk meningkatkan produktivitas.Namun sejalan dengan menurunya kemampuan lahan
pertanian dalam memenuhi kebutuhan sementara jumlah penduduk yang semakin
meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan pangan pun meningkat di samping
terjadinya penyempitan lahan pertanian dengan adanya alih fungsi lahan.Oleh
karena itu, manusia mulai berfikir formula-formula yang tepat guna dalam upaya
peningkatan produktivitas pertanian.
Pemerintah dalam hal ini pihak yang mempunyai otoritas untuk mengmbil suatu
kebijakan tanpa adanya analisis dampak yang akan terjadi dalam melakukan suatu
perubahan system pertanian yang mengarah pada modernisasi pertanian.Kenyataan
di lapangan penggunaan teknologi dan bibit unggul dapat memberikan dampak
positif bagi sebagian petani yang dapat menjangkau teknologi dan bibit unggul
tersebut.Namun di sisi lain dengan adanya teknologi dan bibit unggul tersebut
memberikan pengaruh negatif terhadap kehidupan petani terutama pelaku buruh
tani yang mata pencahariannya bergantung pada pihak lain yang membutuhkan
jasanya.Tetapi dengan adanya teknologi tersebut mata pencaharian buruh tani
dapat terancam.Misalnya dalam pengelolaan tanah 1 ha jika dengan buruh tani
membutuhkan sekitar 14 orang dengan waktu beberapa hari tetapi adanya traktor
cukup dengan satu orang dan hanya membutuhkan waku kurang dari satu
hari.Sehingga penerapan teknologi bidang pertanian ini di satu sisi
menguntungkan petani di sisi lain dapat mengurangi lapang kerja yang tersedia
dan akhirnya menimbuilkan kesenjangan social yang sangat jauh antara yang kaya
dan miskin.
Solusinya penerapan pertanian yang berabasis teknologi yang mengarah pada
modernisasi pertanian perlu dilakukan secara menyeluruh mulai dari pengelolaan
lahan hingga menghasilkan suatu produk yang siap dipasarkan.Dengan demikian,
buruh tani yang perananya digantikan dengan adanya teknologi traktor dan
lainnya dapat dialihkan pada tahap pengelolaan pasca panen atau bagian
pemasaran sehingga dengan penerapan modernisasi pertanian ini tidak lagi
mengurangi lapangan kerja namun dapat menciptakan lapangan kerja baru yang juga
membantu para petani dalam menyalurkan hasil buminya.Dengan demikian akan
tercipta suatu system produksi yang menghasilkan produk yang berkualitas dengan
memperhatikan kesejahteraan petani dan buruh tani sekitarnya.
3.2 Bagaimana pengaruh moderinisasi terhadap
ketersedian lapangan pekerjaan bagi buruh tani.
Tentunya dengan penerapan modernisasi pertanian secara
otomatis tanpa adanya penanganan yang seius akan menimbulkan masalah baru yaitu
berkurngnya lapangan pekerjaan karena peranan pekerja tergantikan oleh
peralatan dan cara yang berbasis teknologi sehingga dalam pengelolaan lahan
dapat mengurangi jumlah pekerja.Hal ini tentunya menguntungkan bagi pelaku tani
dalam skala besar , tetapi tidak untuk petani kecil yang tidak dapat menjangkau
dalam pembiayaan peralatan pertanian yang berbasis teknologi tersebut.Dengan
demikian penerapan suatu teknologi dalam upaya efisiensi dan intensifikasi
pertanian guna mendapatkan kualitas produk yang dihasilkan baik juga harus
dikaji ulang mengenai dampak social yang ditimbulkan.Jangan sampai penggunaan
suatu teknologi akan mematikan mata pencaharian petani kecil yang mengakibatkan
kesenjangan social sehingga rentan terhadap konflik social.Oleh karena itu,
dalam penerapan modernisasi pertanian harus dikaji juga mau kemana para buruh
tani yang peranannya tergantikan oleh suatu teknologi tepat guna, sepertihalnya
solusi permaslahan sebelumnya, maka dalam penerapan modernisasi pertanian perlu
adanya perluasan cakupan produksi yang tadinya hanya menghasilkan bahan mentah
saja, dengan adanya penerapan modernisasi pertanian proses produksi
ditingkatkan menjadi produk yang siap dipasarkan , sehingga dalam proses
tersebut terdapat perluasan lapangan pekerjaan yang nantinya akan diisi oleh
para buruh tani yang kehilangan pekerjaan akibat adanya penerapan
teknologi.Dengan kata lain para pengambil kebijakan harus juga memperhatikan
para buruh tani yang pekerjaannya digantikan oleh suatu teknologi dengan
memberikan pekerjaan pengganti yang dihasilkan dari perluasan produksi
pertanian.Sehingga terciptanya hubungan yang sinergis antara pemerintah selaku
pengambil kebijiakan, petani dan para buruh tani dalam upaya menghasilkan
produk dan jasa yang mempunyai daya saing di era perdagangan pasar bebas ini.
3.3 Bagaimana hubungan antar petani sebagai pengaruh adanya
modernisasi pertanian.
Sebagaimana hasil penelitian Scott yang menyebutkan bahwa
hubugan antar petani dan petani lain dapat renggang akibat suatu penerapan alat
mesin pertanaian.Hasil penelitian tersebut di Malaysia hubungan tuan tani dan
buruh tani terputus akibat adanya mesin perontok padi yang menggantikan peranan
buruh tani tersebut.Hal tersebut mungkin juga terjadi atau bahkan sudah terjadi
di Indonesia.Selain itu, antara petani kelas atas yang mampu membeli atau
menyewa peralatan pertanian tingkat kesejahteraannya akan jauh berbeda dengan
petani yang hanya mengandalkan cara tradisional.Selain dampak negative
modernisasi pertanian juga dapat memberikan pengaruh positif bagi para pelaku
tani.Salah satunya dapat mempererat hubungan petani yang terhimpun dalam suatu
wadah kelompok tani dikarenakan ketidak mampuan petani secar individu dalam
menyediakan peralatan peratnian sehingga memaksa mereka untuk melakukan swadaya
atau bergotong royong dalam menyediakan peralatan yang dibutuhkan.Sehingga
tercipta harmonisasi antar petani.Dengan demikian suatu penerapan modernisasi
dapat memberikan dampak negative atau positif tergantung bagaimana penanganan
atau inisiatif pemerintah yang bekerjasama dengan para petani dalam menghadapi
setiap permaslahan pertanian khususnya dalam penerapan pertanian berbasis
teknologi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini dapat dismpulkan
sebagai berikut:
1.
Modernisasi pertanian merupakan
tuntutan jaman yang tidak biasa dielakan lagi guna peningkatan produksi
pertanian secara kualitas dan kuantitas.
2.
Penerapan modernisasi pertanian
dapat menghilangkan mata pencaharian buruh tani yang peranannya tergantikan
oleh adanya alat mesin pertanian sehingga kesejahteraannya dapat berkurang jika
tidak ada tindak lanjut pihak pengambil kebijakan untuk memperhatikan nasib
buruh tani tersebut.
3.
Pengaruh modernisasi pertanian bagi
para petani dapat mengurangi lapangan pekerjaan jika penerapannya tidak
memperhatikan aspek social yang ditimbulkan.
4.
Modernisasi pertanian dapat
berdampak buruk terhadap hubungan petani dengan buruh tani, tetapi dapat
mempererat hubungan antar petani dengan membuat suatu wadah yang menciptakan
suasana gotong royong dalam penyediaan peralatan pertanian.
4.2
Saran
Sebagai saran dari penulis apabila ingin menganalisi tentang
modernisasi pertanian alahkah baiknya dikaji tentang bagaimana kaitannya
penerapan modernisasi pertanian dengan punahnya produk unggulan local suatu
daerah.Penulis masih dalam tahap belajar dalam penulisan makalahini yang
tentunya banyak kesalahan baik dalam segi penulisan maupun isi makalah ini.Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan tersebut dalam penulisan makalah di masa yang kan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman Arief.1995. Teori Pembangunan Dunia
Ketiga.Jakarta:Gramedia
Eko
Sutoro. Jurnal Pembangunan Politik, Pemberdayaan Politik dan
Transformasi Politik
Leibo, J. Sosiologi Pedesaan:
Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma
Ganda. Yogyakarta: Andi Offset.
Munthe H Marhaeni.Modernisasi dan
Perubahan Sosial Masyarakat dalam Pembangunan Pertanaian Suatu Tinjauan
Sosiologis.Medan: Sosiologi FISIP USU
Saragih Bungaran.2004.Perkembangan
Mutahir Pertanian Indonesia dan Agenda Pembangunan Ke Depan.Malang : Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya