Abdullah bin Abbas r.a atau yang dikenal dengan nama Ibnu Abbas r.a berkata, "Setelah Rasulullah saw wafat, aku berkata kepada temanku dari kaum Anshar, 'Sekarang Rasulullah telah wafat, di antara kita masih banyak sahabat yang masih hidup. Marilah kita temui mereka untuk menanyakan tentang ajaran Islam dan kita hafalkan.'
Teman Ansharku berkata, 'Bukankah orang-orang selalu datang kepadamu untuk bertanya tentang agama walaupun para sahabat tersebut masih hidup?'
Saya menjawab, 'Karena itulah, meskipun jemaah para sahabat yang besar masih ada, orang-orang sudah tidak memiliki perhatian penuh kepada mereka dan tidak mempunyai lagi semangat ke arah itu.'
Kemudian saya mulai mencari-cari ilmu agama, saya mendatangi setiap orang yang saya duga telah mendengar sesuatu dari Rasulullah saw. dan menelitinya sampai akhirnya aku berhasil memperoleh sejumlah besar hadis-hadis dari kaum Anshar.
Apabila aku mendapati mereka sedang tidur, aku menghamparkan sorbanku di pintu pagar rumah mereka dan aku duduk di atasnya sambil menunggu mereka. Walaupun terkadang mukaku dan badanku penuh dengan debu, aku terus bertahan hingga mereka bangun agar aku dapat bertanya kepadanya.
Sebagian besar dari mereka berkata kepadaku, 'Abdullah, kamu adalah sepupu Rasulullah saw. sepatutnyalah kamu memanggilku untuk datang ke tempatmu, tidak sepatutnya kamu bersusah payah untuk menemuiku di sini.'
Kemudian aku berkata kepada mereka, 'Aku adalah seorang penuntut ilmu. Oleh karena itu, aku lebih patut untuk datang menemuimu.'
Mereka kembali bertanya, 'Sejak kapan kamu menungguku?'
Aku memberi tahu mereka bahwa aku telah menunggunya sejak lama. Kemudian mereka berkata kepadaku, 'Sungguh kasihan! Mengapa kamu tidak memberitahuku?'
Aku berkata, 'Hatiku tidak menginginkan engkau datang terlebih dahulu sebelum menyelesaikan keperluan-keperluanmu.'
Hingga tiba pada suatu waktu ketika orang-orang berduyun-duyun datang kepadaku untuk mencari ilmu. Orang-orang Anshar itu mulai menyadari dan berkata, 'Anak ini ternyata lebih pandai daripada kita.'"
Demikianlah keinginan dan kerendahan hati Ibnu Abbas r.a. dalam menuntut ilmu membuatnya mendapat gelar Hibrul Ummah (tinta umat) juga sebagai Bahrul Ilm (lautan ilmu) di zamannya.
Sifat rendah hati yang dimiliki para pencari ilmu lahir karena keinginanan dan kebutuhan akan ilmu tersebut digambarkan dari pengalaman sahabat dan para ulama sebagai berikut.
- Imam Bukhari r.a. meriwayatkan dari Imam Mujahid r.a. bahwa barang siapa yang malu atau sombong dalam mencari ilmu, ia tidak bisa mendapatkan Ilmu.
- Ali r.a. berkata, "Siapa pun yang telah mengajarkan ilmu kepadaku walaupun hanya satu huruf, aku adalah hamba sahayanya, apakah aku akan dibebaskannya atau dijualnya."
- Yahya bin Katsir r.a. berkata, "llmu tidak akan datang dengan cara bersenang-senang."
- Imam Syafi'i berkata, "Seseorang yang mencari ilmu tanpa keinginan hati dan tanpa perasaan membutuhkannya, ia tidak akan pernah berhasil. Sebaliknya, seseorang yang dengan berstisah payah dan hidup di dalam kesempitan, berusaha untuk mendapatkannya, ia akan berhasil."
- Imam Abu Yusuf r.a. menambahkan, "Saya mendengar dari orang-orang saleh bahwa seseorang yang tidak menghargai gurunya, ia tidak akan berhasil."
- Ibnu Jama'ah r.a. berkata, "Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah dirinya kepada seorang guru adalah kemuliaan dan tunduknya adalah kebanggaan."
- Al-Khatib telah meriwayatkan dalam kitab Jami'-nya bahwa Ibnul Mu'taz berkata, "Orang yang rendah diri dalam belajar adalah yang paling banyak ilmunya, sebagaimana tempat yang rendah adalah tempat yang paling banyak airnya."
- Dalam syairnya, Humaidi r.a. menulis:
Berjumpa dengan manusia tidak memberi manfaat apa-apa
Kecuali perkataan yang sia-sia dan kabar angin
Maka kurangilah bertemu dengan manusia,
Kecuali untuk mengambil ilmu atau memperbaiki diri