   

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini perdangangan antar Negara sudah mulai terbuka.Arus barang dan jasa antar negara semakin mudah yang diperkuat dengan adanya hubungan bilateral dan multilateral.Hal tersebut membuat persaingan yang ketat antara produk local dan import yang harganya semakin kompetitif.Selain itu juga masyarakat di era modern ini tidak lagi membeli suatu komoditas tetapi produk yang mempunyai nilai lebih dengan kualitas yang baik, tidak lagi hanya pada pemenuhan kuantitas saja.Sehingga selain permintaan pasar akan barang dan jasa pertanian meningkat seiring perluasan pasar regional juga para petani dihadapkan pada isu bagaimana pengelolaan yang sesuai dengan standard yang diinginkan para konsumen yang menitikberatkan pada kualitas suatu produk.
Masalah-masalah tersebut apabila tidak ditangani dengan langkah-langah yang efektif dan efisien akan menyebabkan permasalahan baru baik pada petani yang tidak dapat bersaing dengan produk import yang harganya setara bahkan di bawah harga produk local yang sejenis dengan kualitas yang lebih baik, maupun pada masalah ketahanan pangan nasional.Semua hal tersebut mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan modernisasi pertanian yang mengarah pada kegiatan pertanian dengan basis teknologi dan informasi guna menunjang para petani dan pemenuhan kualitas produk tani.Upaya tersebut telah dimulai sejak tahun 1960 dengan pendekatan yang bersifat memaksa yang akhirnya menimbulkan dampak psikologis petani yang bergantung pada suatu cara tanpa mengetahui dasar-dasar pemanfaatannya.Oleh karena itu, solusi moderinisasi yang pada awalnya untuk meningkatkan produksi petani yang efektif dan efisien malah mengundang permasalahan yang lebih besar, yaitu timbulnya sifat konsumtif petani yang tidak lagi memikirkan atau mempertimbangkan dampak terhadap kehidupan social dan lingkungannya dan juga timbul suatu perbedaan yang jelas mengenai kesejahteraan masyarakat tani.




2.1 Tujuan
Makalah ini disusun dalam upaya menganalisis permasalahan-permasalahn yang timbul akibat adanya moderinsasi pertanian.Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
2.1.1 Bagaimana pengaruh modernisasi pertanian bagi kesejahteraan masyarakat tani dalam tingkatan menengah ke bawah
2.1.2 Bagaimana pengaruh moderinisasi terhadap ketersedian lapangan pekerjaan bagi buruh tani
2.1.3 Bagaimana hubungan antar petani sebagai pengaruh adanya modernisasi pertanian.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Modernisasi
Modernisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari corak kehidupan masyarakat yang “tradisional” menjadi “modern”, terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Teori modernisasi dibangun di atas asumsi dan konsep-konsep evolusi bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah (linier), progresif  dan berlangsung perlahan-lahan, yang membawa masyarakat dari tahapan yang primitif kepada keadaan yang lebih maju.
Wilbert E Moore, modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi social kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri Negara barat yang stabil.
J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.Berdasar pada dua pendapat diatas, secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai perubahann masyarakat dari masyaraat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning.
Secara historis Teori modernisasi lahir sebagai peristiwa penting dunia setelah Perang Dunia Kedua. Pertama, setelah munculnya Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dunia. Pada tahun 1950-an Amerika Serikat menjadi pemimpin dunia sejak pelaksanaan Marshall Plan yang diperlukan membangun kembali Eropa Barat setelah Perang Dunia Kedua. Kedua, pada saat yang sama terjadi perluasan komunisme di seantero jagad. Uni Soviet memperluas pengaruh politiknya sampai di Eropa Timur dan Asia, antara lain di Cina dan Korea. Hal ini mendorong Amerika Serikat untuk berusaha memperluas pengaruh politiknya selain Eropa Barat, sebagai salah satu usaha membendung penyuburan ideologi komunisme. Ketiga,  lahirnya negara-negara baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan wilayah  koloni negara-negara Eropa dan Amerika. Negara-negara tersebut mencari model-model pembangunan yang bisa digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan mencapai kemerdekaan politiknya.
Secara epistemologis, teori modernisasi adalah campuran antara pemikiran fungsionalisme struktural dengan pemikiran behaviorisme kultural Parsonian.Para pendukungnya memandang bahwa masyarakat bakal berubah secara linier, yaitu perubahan yang selaras, serasi dan seimbang dari unsur masyarakat paling kecil sampai ke perubahan masyarakat keseluruhan;  dari tradisisonal menuju modern. Pandangan teori modernisasi semacam itu diilhami oleh pengalaman sejarah Revolusi Industri di Inggris yang dianggap sebagai titik awal pertumbuhan ekonomi kapitalis modern dan Revolusi Perancis sebagai titik awal pertumbuhan sistem politik modern dan demokratis.
Beberapa teori modernisasi menurut para ahli adalah seabagai berikut:
  1. Harrod-Domar
Pencetus teori ini adalah Evsey Domar dan Roy Harrod.Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh investasi dan modal
  1. Walt.W.Rostow
Dikenal dengan teori Pertumbuhan Tahapan Linear (linear Stages of growth models).Menurut teori ini pembangunan dikaitkan dengan perubahan masyarakat aglaris dengan budaya tradisional ke masyarakat yang rasional, industrial dan berfokus pada ekonomi pelayanan.Tahapa linear menurut Walt.W. Rostow.
3.    David McClelland
Teorinya dikenal dnegan “need for Achievement (n-Ach), yaitu keinginan atau kebutuhan berprestasi bukan sekedar untuk mendapatkan imbalan tetapi juga kepuasan
4.      AlexInkeles dan David H. Smith
Dalam bukunya yang berjudul Becoming Modern menyebutkan beberapa ciri manusia modern, yaitu sebagai berikut:
a.       Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru
b.      Berorientasi ke massa sekarang dan massa depan
c.       Mempunyai kesanggupan merencanakan
d.      Percaya bahwa manusia dapat menguasai alam




2.2 Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian tidak dapat begitu saja lepas dari pembangunan pedesaan. Sebagaimana menurut pandangan umum, bahwa pedesaan hampir selalu diidentikkan dengan pertanian dan sebaliknya, pertanian diidentikkandengan pedesaan.Hal ini telah dimaklumi bersama karena sebagian besarpetani di Indonesia hidup di pedesaan, dan sebagian besar penduduk desa umumnyabermata-pencaharian sebaga ipetani.Oleh karena itu, dalam konteks bahasan mengenai pembangunan pertanian ini penting pula diketahui beberapa aspek sosial berkenaan dengan masyarakat petani khususnya dipedesaan sebagai pusat pengembangan pertanian.

Raharjo (2004) dalam bukunya mengutip pendapat Paul H.Landis yang menyatakan dalam garis besar ciri-ciri kebudayaan tradisionalmasyarakat desa adalah sebagai berikut.Pertama,adaptasi yang kuat terhadap lingkungan alamnya, sehingga pola kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam) nya.Contohnya pertanian yang sangat tergantung pada jenis tanah, keadaan iklim dan sebagaianya akan menentukan karakteristik suatu desa menurut jenis komoditas yang dihasilkan.Kedua,rendahnya tingkat inovasi masyarakatnya.Ketiga,mengembangkan filsafat hidup yang organis. Refleksi dari filsafat ini adalah tebalnya rasa kekeluargaan dan kolektivitas. Keempat, pola kebiasaan hidup yang lamban, akibat pengaruh irama alam yang ajeg dan lamban.Kelima,kepercayaan terhadap takhayul.Keenam,hidup bersahaja.Ketujuh ,rendahnyakesadaranmasyarakatnyaakanwaktu.Kedelapan,cenderung bersifat praktis, tidak begitu mengindahkan estetika dan ornamen-ornamen, tidak berbasa-basi, sehingga menumbuhkan sifat jujur,terus terang dan bersahabat.Kesembilan,memiliki standar moral yang kaku.Disadari atau tidak, ciri-ciri masyarakat desa di atas secara
langsung atau tidak langsung telah menciptakan karakter petani pedesaan yangcenderung subsisten dan stagnan. Ketergantungan pada alam, rendahnya inovasi,sifat praktis, kebiasaan hidup yang lamban, kepercayaan pada takhayul dan kebersahajaan hidup yang selalu “nrimo” itulah yang melahirkan pola pertanian tradisional yang subsisten. Pertanian subsisten yang dimaksudkan di sini adalah usaha pertanian yang hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pelaku usahanyasaja dan keluarganya, serta tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Dalam halini, masyarakat desa cenderung menerima atau merasa cukup dengan apa yang bisamereka peroleh dari alam, tanpa merasa perlu menambah upaya untuk meningkatkanpenghasilan.Ciri lainnya, yakni tebalnya rasa kekeluargaan, gotong-royongdan persahabatan menguatkan ikatan di antara petani pedesaan untuk salingmembantu dalam usaha tani. Masih banyak pedesaan yang mengembangkan kelompok gotong-royong dalam pengolahan lahan, yakni dengan bergantian melakukan pengolahan lahan diantara petani-petani anggota. Dengan demikian masing-masing petani tidak dibebani biaya pengolahan tanah.

Hal tersebut di atas sejalan dengan pernyataan Mubyarto danSantosa (1993) bahwa pertanian (agriculture) bukan hanya merupakanaktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dariitu, pertanian/agrikultur adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood)bagi sebagian besar petani di Indonesia. Petani di Indonesia pada umumnya lebihmengedepankan orientasi sosial-kemasyarakatan, yang diwujudkan dengan tradisigotong royong dalam kegiatan mereka. Jadi bertani bukan saja aktivitas ekonomi, melainkan sudah menjadi budaya hidup yang sarat dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat lokal.Ciri petani pedesaan yang subsisten dan tradisional ini kerap dituding sebagai penyebab terhambatnya proses modernisasi pertanian karenadengan ciri hidup yang bersahaja dan bermotto yang didapat hari ini untuk hiduphari ini, maka tidak mudah bagi petani untuk mengadopsi teknologi di bidangpertanian yang bisa dibilang menghilangkan kesahajaan mereka.

2.3 Modernisasi Pertanian
Modernisasi di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang mendasar pada pola-pola pertanian, dari cara-cara tradisional menjadi cara-cara yang lebih maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pengunaan sarana-sarana produksi pertanian, dan pengaturan waktu panen. Pengenalan terhadap pola yang baru dilakukan dengan pembenahan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian, seperti, kelompok Tani, KUD, PPL, Bank Perkreditan, P3A, dan sebagainya. Selanjutnya ditetapkan pola pengembangan dalam bentuk, usaha ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi.Selama beberapa pelita, modenisasi pertanian telah membawa perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi pertanian  yang mencapai puncak ketika tercapainya swasembada pangan.Namun kondisi ini tidak bertahan lama, dan pada akhirnya membawa kembali bidang pertanian di Indonesia dalam suasana keperhatinan yang ditandai dengan menurunnya tingkat produksi, sehingga menjadikan Indonesia kembali sebagai pengimpor beras. Sebagai asumsi dasar, kondisi ini terbentuk melalui berbagai proses yang tidak dapat di lepaskan. Pertama, dari aspek modernisasi itu sendiri, dan Kedua berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial yang muncul dari modernisasi yang tidak diantisipasi secara dini.
Perubahan-perubahan sosial petani akibat dari modernisasi adalah dengan diperkenalkannya mesin-mesin, seperti mesin penuai dan traktor tangan telah menghilangkan mata pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari menuai.Kemudian, pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga sebagaian besar petani tidak lagi berternak kerbau. Untuk kasus ini, hasil penelitian Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202).Penelitian Scott menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan.Sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan.



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bagaimana pengaruh modernisasi pertanian bagi kesejahteraan masyarakat tani dalam tingkatan menengah ke bawah.
            Modernisasi pertanian merupakan suatu upaya dalam menghadapi tantangan jaman yang semakin kompleks dengan berbagai permasalahan pertanian.Pada awalnya pertanian hanya mengandalkan keadaan alam saja tanpa melakukan suatu inovasi untuk meningkatkan produktivitas.Namun sejalan dengan menurunya kemampuan lahan pertanian dalam memenuhi kebutuhan sementara jumlah penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan pangan pun meningkat di samping terjadinya penyempitan lahan pertanian dengan adanya alih fungsi lahan.Oleh karena itu, manusia mulai berfikir formula-formula yang tepat guna dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian.
            Pemerintah dalam hal ini pihak yang mempunyai otoritas untuk mengmbil suatu kebijakan tanpa adanya analisis dampak yang akan terjadi dalam melakukan suatu perubahan system pertanian yang mengarah pada modernisasi pertanian.Kenyataan di lapangan penggunaan teknologi dan bibit unggul dapat memberikan dampak positif bagi sebagian petani yang dapat menjangkau teknologi dan bibit unggul tersebut.Namun di sisi lain dengan adanya teknologi dan bibit unggul tersebut memberikan pengaruh negatif terhadap kehidupan petani terutama pelaku buruh tani yang mata pencahariannya bergantung pada pihak lain yang membutuhkan jasanya.Tetapi dengan adanya teknologi tersebut mata pencaharian buruh tani dapat terancam.Misalnya dalam pengelolaan tanah 1 ha jika dengan buruh tani membutuhkan sekitar 14 orang dengan waktu beberapa hari tetapi adanya traktor cukup dengan satu orang dan hanya membutuhkan waku kurang dari satu hari.Sehingga penerapan teknologi bidang pertanian ini di satu sisi menguntungkan petani di sisi lain dapat mengurangi lapang kerja yang tersedia dan akhirnya menimbuilkan kesenjangan social yang sangat jauh antara yang kaya dan miskin.
            Solusinya penerapan pertanian yang berabasis teknologi yang mengarah pada modernisasi pertanian perlu dilakukan secara menyeluruh mulai dari pengelolaan lahan hingga menghasilkan suatu produk yang siap dipasarkan.Dengan demikian, buruh tani yang perananya digantikan dengan adanya teknologi traktor dan lainnya dapat dialihkan pada tahap pengelolaan pasca panen atau bagian pemasaran sehingga dengan penerapan modernisasi pertanian ini tidak lagi mengurangi lapangan kerja namun dapat menciptakan lapangan kerja baru yang juga membantu para petani dalam menyalurkan hasil buminya.Dengan demikian akan tercipta suatu system produksi yang menghasilkan produk yang berkualitas dengan memperhatikan kesejahteraan petani dan buruh tani sekitarnya.
3.2  Bagaimana pengaruh moderinisasi terhadap ketersedian lapangan pekerjaan bagi buruh tani.
Tentunya dengan penerapan modernisasi pertanian secara otomatis tanpa adanya penanganan yang seius akan menimbulkan masalah baru yaitu berkurngnya lapangan pekerjaan karena peranan pekerja tergantikan oleh peralatan dan cara yang berbasis teknologi sehingga dalam pengelolaan lahan dapat mengurangi jumlah pekerja.Hal ini tentunya menguntungkan bagi pelaku tani dalam skala besar , tetapi tidak untuk petani kecil yang tidak dapat menjangkau dalam pembiayaan peralatan pertanian yang berbasis teknologi tersebut.Dengan demikian penerapan suatu teknologi dalam upaya efisiensi dan intensifikasi pertanian guna mendapatkan kualitas produk yang dihasilkan baik juga harus dikaji ulang mengenai dampak social yang ditimbulkan.Jangan sampai penggunaan suatu teknologi akan mematikan mata pencaharian petani kecil yang mengakibatkan kesenjangan social sehingga rentan terhadap konflik social.Oleh karena itu, dalam penerapan modernisasi pertanian harus dikaji juga mau kemana para buruh tani yang peranannya tergantikan oleh suatu teknologi tepat guna, sepertihalnya solusi permaslahan sebelumnya, maka dalam penerapan modernisasi pertanian perlu adanya perluasan cakupan produksi yang tadinya hanya menghasilkan bahan mentah saja, dengan adanya penerapan modernisasi pertanian  proses produksi ditingkatkan menjadi produk yang siap dipasarkan , sehingga dalam proses tersebut terdapat perluasan lapangan pekerjaan yang nantinya akan diisi oleh para buruh tani yang kehilangan pekerjaan akibat adanya penerapan teknologi.Dengan kata lain para pengambil kebijakan harus juga memperhatikan para buruh tani yang pekerjaannya digantikan oleh suatu teknologi dengan memberikan pekerjaan pengganti yang dihasilkan dari perluasan produksi pertanian.Sehingga terciptanya hubungan yang sinergis antara pemerintah selaku pengambil kebijiakan, petani dan para buruh tani dalam upaya menghasilkan produk dan jasa yang mempunyai daya saing di era perdagangan pasar bebas ini.
3.3 Bagaimana hubungan antar petani sebagai pengaruh adanya modernisasi pertanian.
Sebagaimana hasil penelitian Scott yang menyebutkan bahwa hubugan antar petani dan petani lain dapat renggang akibat suatu penerapan alat mesin pertanaian.Hasil penelitian tersebut di Malaysia hubungan tuan tani dan buruh tani terputus akibat adanya mesin perontok padi yang menggantikan peranan buruh tani tersebut.Hal tersebut mungkin juga terjadi atau bahkan sudah terjadi di Indonesia.Selain itu, antara petani kelas atas yang mampu membeli atau menyewa peralatan pertanian tingkat kesejahteraannya akan jauh berbeda dengan petani yang hanya mengandalkan cara tradisional.Selain dampak negative modernisasi pertanian juga dapat memberikan pengaruh positif bagi para pelaku tani.Salah satunya dapat mempererat hubungan petani yang terhimpun dalam suatu wadah kelompok tani dikarenakan ketidak mampuan petani secar individu dalam menyediakan peralatan peratnian sehingga memaksa mereka untuk melakukan swadaya atau bergotong royong dalam menyediakan peralatan yang dibutuhkan.Sehingga tercipta harmonisasi antar petani.Dengan demikian suatu penerapan modernisasi dapat memberikan dampak negative atau positif tergantung bagaimana penanganan atau inisiatif pemerintah yang bekerjasama dengan para petani dalam menghadapi setiap permaslahan pertanian khususnya dalam penerapan pertanian berbasis teknologi.



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini dapat dismpulkan sebagai berikut:
1.      Modernisasi pertanian merupakan tuntutan jaman yang tidak biasa dielakan lagi guna peningkatan produksi pertanian secara kualitas dan kuantitas.
2.      Penerapan modernisasi pertanian dapat menghilangkan mata pencaharian buruh tani yang peranannya tergantikan oleh adanya alat mesin pertanian sehingga kesejahteraannya dapat berkurang jika tidak ada tindak lanjut pihak pengambil kebijakan untuk memperhatikan nasib buruh tani tersebut.
3.      Pengaruh modernisasi pertanian bagi para petani dapat mengurangi lapangan pekerjaan jika penerapannya tidak memperhatikan aspek social yang ditimbulkan.
4.      Modernisasi pertanian dapat berdampak buruk terhadap hubungan petani dengan buruh tani, tetapi dapat mempererat hubungan antar petani dengan membuat suatu wadah yang menciptakan suasana gotong royong dalam penyediaan peralatan pertanian.
4.2 Saran
Sebagai saran dari penulis apabila ingin menganalisi tentang modernisasi pertanian alahkah baiknya dikaji tentang bagaimana kaitannya penerapan modernisasi pertanian dengan punahnya produk unggulan local suatu daerah.Penulis masih dalam tahap belajar dalam penulisan makalahini yang tentunya banyak kesalahan baik dalam segi penulisan maupun isi makalah ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut dalam penulisan makalah di masa yang kan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Budiman Arief.1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga.Jakarta:Gramedia
Eko Sutoro. Jurnal Pembangunan Politik, Pemberdayaan Politik dan Transformasi Politik
Leibo, J. Sosiologi Pedesaan: Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma
Ganda. Yogyakarta: Andi Offset.
Munthe H Marhaeni.Modernisasi dan Perubahan Sosial Masyarakat dalam Pembangunan Pertanaian Suatu Tinjauan Sosiologis.Medan: Sosiologi FISIP USU
Saragih Bungaran.2004.Perkembangan Mutahir Pertanian Indonesia dan Agenda Pembangunan Ke Depan.Malang : Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Suryana Achmad.2005.Rencana Strategi Badan Litbang Pertanian.Jakarta :Badan litbang Pertanian.


Read More >>
BAB I
PENDAHULUAN
a.        Latar Belakang
            Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunandengan demikian maka masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.
Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalamseluruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat  menjangkau dari seluruh strata masyarakat. Pemberdayaan  masyarakat  tidak lain adalah  memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain  dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka.


b.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Memberdayakan Masyarakat Tani?
2.      Bagaimana Menghadapi Tantangan di Era Globalisasi?

c.         Tujuan Masalah
1.      Untuk Mengetahui Dalam Menberdayakan Masyarakat Tani.
2.      Untuk Mengatasi Tantangan di Era Globalisasi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pemberdayaan  Masyarakat Petani
            Konsep pemberdayaan masyarakat  secara mendasar  berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya  sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat.
            Pemberdayaan petani menurut Kepala Badan SDMP dilakukan dengan 5 (lima) jurus yakni: (1) Kegiatan agrisbisnis harus berorientasi pasar (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas); (2) Usaha agribisnis harus menguntungkan dan comparable dengan usaha lainnya; (3) Agribisnis merupakan kepercayaan jangka panjang; (4) Kemandirian dan daya saing usaha; (5) Komitmen terhadap kontrak usaha.
            Pemberdayaan kelembagaan petani meliputi : (1) Petani sub sisten tradisional yang telah berubah menjadi petani moderen berwawasan agribisnis difasilitasi untuk membentuk kelembagaan petani melalui proses partisipatif dan “bottom-up”; (2) Untuk membentuk kelembagaan petani yang kokoh, perlu disusun suatu instrumen pemberdayaan kelompok tani. (3) Instrumen pemberdayaan kelompok tani yang perlu dipertimbangkan antara lain : (a) Adanya interest/kepentingan yang sama di antara petani dalam kelompok; (b) Adanya jiwa kepemimpinan dari salah satu petani di dalam kelompok; (c) Adanya kemampuan manajerial dari petani di dalam kelompok; (d) Adanya komitmen dari petani untuk membentuk kelembagaan petani; (e) Adanya saling kepercayaan di antara petani di dalam kelompok.
            Pemberdayaan usahatani meliputi kegiatan: (1) Fasilitasi kelompok usaha tani yang tidak feasible dan tidak bankable melalui bantuan langsung masyarakat untuk mengembangkan usaha agribisnis; (2) Mendorong kelompok usaha tani yang tidak feasible dan tidak bankable menjadi usaha yang feasible tetapi belum bankable; (3) Fasilitasi kelompok usaha tani yang feasible tetapi belum bankable dengan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha Rakyat untuk mengembangkan usaha agribisnis; (4) Mendorong kelompok usaha tani yang feasible tetapi belum bankable menjadi usaha yang feasible dan bankable; (5) Untuk mendukung kelompok usaha tani yang feasible dan bankable, Pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif agar investasi domestik dan investasi asing masuk ke sektor agribisnis.
            Konsep pemberdayaan masyarakat  secara mendasar  berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya  sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat.
B.            Tantangan Di Era Globalisasi
            Menurut  Saragih (1998), makna terdalam era globalisasi dalam strukturperekonomian adalah perdagangan bebas. Dalam perdagangan bebas berarti ada persaingan. Dalam globalisasi tersebut yang akan bersaing adalah barang sekunder, yaitu produk agroindustri di Indonesia  bahan baku untuk industri tersedia, tetapi yang menjadi kendala adalah penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang memperkuat agribisnis, atau  penekanan masalah yang dihadapi dalam era globalisasi adalah pada peningkatan SDM  ( termasuk bagi para petani dan nelayan kecil).
            Mendasarkan hal di atas, maka arah pengembangan pertanian dan perikanan  kedepan adalah agribisnis, yaitu  mengembangkan  pertanian dan agroindustri atau industri yang mengolah hasil pertanian/ perikanan dan jasa-jasa yang menunjangnya.  Termasuk di dalam perikanan, misalnya di Indonesia ini dari sisi penawaran, kita memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 dan garis pantai sepanjang 90 ribu km, adalah merupakan basis kegiatan ekonomi perikanan yang sangat besar. Hal ini tentu belum termasuk potensi perikanan air tawar, baik perairan umum (sungai dan danau), budidaya kolam, budidaya ikan karamba/jarring apung, budidaya ikan rawa dan budidaya ikan sawah yang juga masih terbuka luas. Khusus tentang arah pembangunan perikanan dengan pendekatan agribisnis adalah dengan membangun dan mengembangkan subsistim industri hulu perikanan ( pembenihan, industri peralatan tangkap ikan, industri pakan ikan), subsistim budidaya pasca panen/tangkap, subsistim pengolahan hasil perikanan dan perdagangan, dan  subsistim jasa penunjang ( R and D) dalam suatu sistim yang terintegrasi.
            Masih menurut Saragih (1998) pengembangan agribisnis di Indonesia merupakantuntutan perkembangan yang logis dan harus dilanjutkan sebagai  wujudkesinambungan, penganekaragaman dan  pendalaman pembangunan  pertanian selama ini. Pengembangan agribisnis  akan tetap relevan walau  telah tercapai setinggi apapun kemajuan suatu negara.
            Bahkan agribisnis akan  menjadi andalan utama bagi suatu negara yang masih sulit melepaskan ketergantungan pembangunan nasionalnya dari sektor pertanian dan pedesaan seperti Indonesia ini. Beberapa alasan lain untuk memperkuat pilihan pada
agribisnis, adalah: (1) tersedianya bahan baku yang tersedia, (2) akan memperluas daya tampung tenaga kerja di sektor pertanian dan pedesaan, dan (3) pengembangan agrobisnis dalam skala kecil  lebih mudah diarahkan untuk lebih bersahabat dengan lingkungan (daripada industri besar), sehingga dapat menekan kerusakan lingkungan.
            Dengan memperhatikan arah tantangan pertanian dan perikanan yaitu seharusnya dikembangkan ke arah agribisnis, maka perlu mendapat penekanan bahwa  sasaran strategis pemberdayaan  masyarakat bukanlah sekedar peningkatan pendapatan semata, malainkan juga sebagai upaya membangun basis-basis ekonomi yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat dan sumberdaya lokal yang handal. Dalam kerangka tersebut, keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat tidak hanya dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan masayarakat melainkan juga aspek-aspek penting dan mendasar lainnya.
            Beberapa aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan, antara lain :
Pengembangan organisasi/kelompok masyarakat yang dikembangkan dan berfungsi dalam mendinamisir kegiatan produktif masyarakat, misalnya berfungsinya HKTI, HNSI , dan organisasi lokal lainya .
Pengembangan jaringan strategis antar kelompok/organisasi masyarakat yang terbentuk dan berperan dalam pengembangan masyarakat tani asosiasi dari organisasi petani dan nelayan, baik dalam skala nasional, wilayah, maupun lokal.
 Kemampuan kelompok petani dan nelayan kecil dalam mengakses sumber-sumber luar yang dapat mendukung pengembangan mereka, baik dalam bidang informasi pasar, permodalan, serta teknologi dan manajemen, termasuk didalamnya kemampuan lobi ekonomi. Di sinilah maka perlunya ekonomi jaringan dipembangkan. ekonomi jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekomomi, baik dari produsen, konsumen, service provider, equipment provider, cargo,  dan sebagainya  di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis.  Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan saling belajar, serta jaringan lainnya seperti hasil temuan riset dan teknologi/inovasi baru, jaringan pasar, infomasi kebijakan dan pendukung lainnya yang dapat diakses oleh semua dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu ( Sasono, 2000).
Pengembangan kemampuan-kemampuan teknis dan manajerial kelompok-kelompok masyarakat, sehingga berbagai masalah teknis dan organisasi dapat dipecahkan dengan baik. Di sini, selain masyarakat sasaran (petani dan nelayan), juga para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat harus meningkatkan kompetensi diri sebagai petugas yang mampu memberdayakan , karena banyak diantara  mereka justru ketinggalan kemampuannya dengan kelompok sasarannya.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Upaya pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil merupakan jalan yangmasih panjang dan masih penuh tantangan. Model pembangunan ekonomi yang sentralistik dan sangat kapitalistik telah melembaga sangat kuat baik secara ekonomi, politik maupun budaya, sehingga tidak mudah untuk menjebolnya. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan yang tulus, serta upaya yang sungguh-sungguh,pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil tersebut  dapat diwujudkan.
            Pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan kecil agar mampu menjawab tantangan di era globalisasi ( yaitu menuju usaha agrobisnis) membutuhkan komitmenyang kuat dari pemerintah, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga pendidikan, organisasiprofesi, serta organisasi-organisasi non pemerintah lainnya. Komitmen itu dapatdiwujudkan  dalam bentuk memberikan kepercayaan berkembangnya  kemampuan-kemampuan lokal  atas dasar kebutuhan setempat.
            Penguatan peranserta masyarakat petani dan nelayan kecil sebagai pelakupembangunan, karena harus didorong seluas-luasnya  melalui program-program pendampingan  menuju suatu kemandirian mereka. Disamping itu pula, perlupengembangan  organisasi, ekonomi jaringan dan faktor-faktor pendukung lainnya.Dengan usaha pemberdayaan masyarakat yang demikian itu,mudah-mudahan dapat membebaskan mereka dari kemiskinan dan keterbelakangan untuk menuju kehidupanyang lebih baik.





DAFTAR PUSTAKA
Freire, Paulo. 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (Terj. AA. Nugroho), Jakarta :
Gramedia.
Karsidi, Ravik. 2001.Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam Pemberdayaan
Masyarakat.Dalam  Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan Sumberdaya
Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor: Penerbit Pustaka
Wirausaha Muda.
Korten, David C. 1984. Pembangunan yang Memihak Rakyat.Jakarta : Lembaga Studi
Pembangunan.
Mahmudi, Ahmad. 1999. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. TOT P2KP oleh LPPSLH,
Ambarawa, 27 Nopember 1999.
Pambudy, Rachmat 1998. Sistem Penyuluhan Agribisnis Peternakan. Draft Disertasi S3 Pasca
Sarjana, Bogor : IPB (tidak diterbitkan).
Saragih, Bungaran, 1998. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian, Bogor: Yayasan Mulia persada Indonesia, Pt.Surveyor Indonesia dan PSP Lemlit

IPB.
Read More >>
Abdullah bin Abbas r.a atau yang dikenal dengan nama Ibnu Abbas r.a berkata, "Setelah Rasulullah saw wafat, aku berkata kepada temanku dari kaum Anshar, 'Sekarang Rasulullah telah wafat, di antara kita masih banyak sahabat yang masih hidup. Marilah kita temui mereka untuk menanyakan tentang ajaran Islam dan kita hafalkan.'

Teman Ansharku berkata, 'Bukankah orang-orang selalu datang kepadamu untuk bertanya tentang agama walaupun para sahabat tersebut masih hidup?'

Saya menjawab, 'Karena itulah, meskipun jemaah para sahabat yang besar masih ada, orang-orang sudah tidak memiliki perhatian penuh kepada mereka dan tidak mempunyai lagi semangat ke arah itu.'

Kemudian saya mulai mencari-cari ilmu agama, saya mendatangi setiap orang yang saya duga telah mendengar sesuatu dari Rasulullah saw. dan menelitinya sampai akhirnya aku berhasil memperoleh sejumlah besar hadis-hadis dari kaum Anshar.

Apabila aku mendapati mereka sedang tidur, aku menghamparkan sorbanku di pintu pagar rumah mereka dan aku duduk di atasnya sambil menunggu mereka. Walaupun terkadang mukaku dan badanku penuh dengan debu, aku terus bertahan hingga mereka bangun agar aku dapat bertanya kepadanya.

Sebagian besar dari mereka berkata kepadaku, 'Abdullah, kamu adalah sepupu Rasulullah saw. sepatutnyalah kamu memanggilku untuk datang ke tempatmu, tidak sepatutnya kamu bersusah payah untuk menemuiku di sini.'

Kemudian aku berkata kepada mereka, 'Aku adalah seorang penuntut ilmu. Oleh karena itu, aku lebih patut untuk datang menemuimu.'

Mereka kembali bertanya, 'Sejak kapan kamu menungguku?'

Aku memberi tahu mereka bahwa aku telah menunggunya sejak lama. Kemudian mereka berkata kepadaku, 'Sungguh kasihan! Mengapa kamu tidak memberitahuku?'

Aku berkata, 'Hatiku tidak menginginkan engkau datang terlebih dahulu sebelum menyelesaikan keperluan-keperluanmu.'

Hingga tiba pada suatu waktu ketika orang-orang berduyun-duyun datang kepadaku untuk mencari ilmu. Orang-orang Anshar itu mulai menyadari dan berkata, 'Anak ini ternyata lebih pandai daripada kita.'"

Demikianlah keinginan dan kerendahan hati Ibnu Abbas r.a. dalam menuntut ilmu membuatnya mendapat gelar Hibrul Ummah (tinta umat) juga sebagai Bahrul Ilm (lautan ilmu) di zamannya.

Sifat rendah hati yang dimiliki para pencari ilmu lahir karena keinginanan dan kebutuhan akan ilmu tersebut digambarkan dari pengalaman sahabat dan para ulama sebagai berikut.
  1. Imam Bukhari r.a. meriwayatkan dari Imam Mujahid r.a. bahwa barang siapa yang malu atau sombong dalam mencari ilmu, ia tidak bisa mendapatkan Ilmu.
  2. Ali r.a. berkata, "Siapa pun yang telah mengajarkan ilmu kepadaku walaupun hanya satu huruf, aku adalah hamba sahayanya, apakah aku akan dibebaskannya atau dijualnya."
  3. Yahya bin Katsir r.a. berkata, "llmu tidak akan datang dengan cara bersenang-senang."
  4. Imam Syafi'i berkata, "Seseorang yang mencari ilmu tanpa keinginan hati dan tanpa perasaan membutuhkannya, ia tidak akan pernah berhasil. Sebaliknya, seseorang yang dengan berstisah payah dan hidup di dalam kesempitan, berusaha untuk mendapatkannya, ia akan berhasil."
  5. Imam Abu Yusuf r.a. menambahkan, "Saya mendengar dari orang-orang saleh bahwa seseorang yang tidak menghargai gurunya, ia tidak akan berhasil."
  6. Ibnu Jama'ah r.a. berkata, "Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah dirinya kepada seorang guru adalah kemuliaan dan tunduknya adalah kebanggaan."
  7. Al-Khatib telah meriwayatkan dalam kitab Jami'-nya bahwa Ibnul Mu'taz berkata, "Orang yang rendah diri dalam belajar adalah yang paling banyak ilmunya, sebagaimana tempat yang rendah adalah tempat yang paling banyak airnya."
  8. Dalam syairnya, Humaidi r.a. menulis:
    Berjumpa dengan manusia tidak memberi manfaat apa-apa
    Kecuali perkataan yang sia-sia dan kabar angin
    Maka kurangilah bertemu dengan manusia,
    Kecuali untuk mengambil ilmu atau memperbaiki diri
Read More >>